1. Penilaian Korporasi
Penilaian Bisnis merupakan suatu proses
kegiatan yang harus dilakukan untuk sampai pada suatu pendapat atau perkiraan
tentang nilai dari suatu perusahaan atau dari suatu penyertaan dalam
perusahaan. Tujuan dilakukannya adalah untuk bermacam kepentingan antara lain
adalah dalam melakukan aktivitas merger dan akuisisi. Kesalahan dalam melakukan
penilaian dan penentuan nilai pasar wajar dari suatu perusahaan akan
menimbulkan dampak negatif bagi kedua belah pihak. baik bagi pembeli ataupun
penjual. Terdapat 3 pendekatan dan metode dalam melakukan penilaian bisnis
yaitu pendekatan laba, pendekatan pasar dan pendekatan neraca. Masing masing
pendekatan memiliki keuanggulan dan keterbatasan. Hal penting dalam Merger dan
Akuisisi appraisers harus dapat dengan tepat menetapkan nilai wajar tersebut.
Seperti
telah diuraikan di atas tujuan dilakukannya penilaian bisnis (valuasi bisnis)
adalah disamping untuk melakukan
aktivitas merger dan akuisisi, tetapi juga untuk divestasi ataupun penambahan
ekuitas dari mitra barudalam perusahaan, penjualan sebagian saham kepada publik.
Dengan business valuation,. pelaku
bisnis dapat mengetahui nilai wajar ekuitas suatu perusahaan untuk perolehan
pendanaan dan investor perlu mengukur berapa capital gain dari saham untuk
menilai perkembangan kekayaannya
1.2 Pendekatan dan metode penilaian
Metode penilaian didalam suatu
pendekatan, adalah cara khusus untuk menetapkan nilai. Berbagai pendekatan
sering digunakan olehpara praktisi penilai perusahaan, yang dikelompokkan dalam
3 pendekatan:
1.
Pendekatan Laba (income approach)
2.
Pendekatan Pasar (market approach)
3.
Pendekatan Asset Atau Neraca (asset based /balancesheet approach)
Berdasarkan
pandangan finansial, nilai darisuatu perusahaan adalah jumlah dari future
benefit returnyang dihasilkan oleh perusahaan
tersebut. Pendapatan tersebut kemudia didiskontokan dengan tingkat
diskon yang sesuai sehingga diperoleh present value dari jumlah pendapatan
tersebut. Pendekatan ini memfokuskan penilain pada upaya pengkuantifikasian
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan return kepada pemilik.
Adapun metode-metode yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan
perusahaan selama ini, antara lain :
a. Analisis
Rasio Keuangan
1)
Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja bisa
didasarkan pada informasi keuangan maupun non keuangan, oleh sebab itu
pengukuran kinerja dibedakan menjadi dua yaitu:
a)
Pengukuran
kinerja manajerial
Pengukuran kinerja manajerial
ini bertujuan untuk:
a.
Mengelola kegiatan operasi perusahaan secara efektif dan
efisien dengan pemotivasian karyawan secara maksimum.
b.
Membantu
pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
c.
Mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan.
d.
Menyediakan
umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja
mereka.
e.
Pengukuran
kinerja dapat menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
b)
Pengukuran
kinerja keuangan
Pengukuran
kinerja keuangan mempunyai arti yang penting bagi pengambilan keputusan baik
bagi pihak intern maupun ekstern perusahaan. Laporan keungan merupakan alat
yang dijadikan acuan penilaian untuk meramalkan kondisi keuangan, operasi dan
hasil usaha perusahaan.
Ukuran
kinerja meliputi rasio-rasio berikut :
a.
Rasio
Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada
saat ditagih.
b.
Rasio
Aktivitas mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat
tingkat aktivitas aset.
c.
Rasio
Solvabilitas mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.
d.
Rasio Profitabilitas mengukur seberapa kemampuan
perusahaan menghasilkan laba (Profitabilitas).
e.
Rasio Pasar mengukur perkembangan nilai perusahaan
relatif terhadap nilai pasar.
Rasio
Keuangan sebagai pengukuran kinerja keuangan dalam laporan keuangan perusahaan
dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk memprediksi laba bersih dan
dividen pada masa yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mendukung
prediksi tersebut adalah dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan.
Analisis tersebut mengkombinasikan hubungan antara komponen keuangan yang satu
dengan komponen keuangan yang lain. Pada umumnya, hubungan tersebut dilihat
dari rasio antara komponen-komponen keuangan yang satu dengan yang lain. Dalam
konteks manajemen keuangan, analisis tersebut dikenal dengan analisis rasio
keuangan. Analisis rasio ini berguna untuk membandingkan kinerja perusahaan
yang satu dengan perusahaan yang lain atau membandingkan kinerja satu
perusahaan pada tahun ini dengan tahun
yang lainnya.
Pada dasarnya
analisis rasio keuangan dikelompokkan ke dalam
empat macam kategori, yaitu :
a.
Rasio
Likuiditas
Rasio
ini mengukur kemampuan likuiditas
jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahan relatif
terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban
perusahaan). Biasanya rasio yang digunakan adalah current ratio, cash ratio, dan net working capital to total asset
ratio.
b.
Rasio
Leverage (Solvabilitas)
Rasio
ini untuk digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total
hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio Leverage yang bisaanya
digunakan seperti debt to total asset
ratio, total debt to total capital asset ratio, total debt to equity ratio,
long term debt to equity ratio, dan lain-lain.
c.
Rasio
Aktivitas
Rasio
ini melihat beberapa aset kemudian menentukan beberapa tingkat aktivitas
aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah
pada tingkat penjualan tertentu akan mengahkibatkan semakin besarnya dana
kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Beberapa rasio yang
digunakan misalnya: total asset turn over
ratio, receivable turn over ratio, inventory turn over ratio, dan
sebagainya.
d.
Rasio
Keuntungan (Profitabilitas)
Rasio
ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham
tertentu pada periode tertentu. Beberapa rasio yang sering digunakan adalah gross profit margin, net profit margin,
return on total asset (ROA), dan sebagainya.
2)
Kegunaan Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan
tidak hanya berguna bagi kepentingan intern dan ekstern perusahaan. Bagi para
bankir berguna untuk mempertimbangkan pemberian kredit jangka pendek maupun
kredit jangka panjang kepada perusahaan, untuk itu para bankir lebih tertarik pada
rencana jangka pendek, likuiditas,
kemampuan memperoleh laba, tingkat efisiensi operasional dan solvabilitas. Bagi para kreditur jangka panjang
lebih tertarik pada kemampuan laba dan tingkat efisiensi operasional. Sedangkan
bagi para penanam modal lebih tertarik pada kemampuan memperoleh laba jangka
panjang dan tingkat efisiensi perusahaan. Bagi manajer keuangan tentu saja
sangat berkepentingan dengan semua aspek rasio keuangan, karena harus mampu
membayar hutang jangka pendek, mampu membayar hutang jangka panjang, mampu
meningkatkan efisiensi perusahaan, mampu memaksimalkan nilai perusahaan dan
mampu memperoleh laba untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
3)
Kelemahan Analisis Rasio Keuangan
Meskipun analisis rasio
dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat tentang operasi dan keuangan
perusahaan, tetapi mempunyai kelemahan yaitu :
a.
Kadang
sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dengan perusahaan berada jika
perusahaan beroperasi dalam beberapa bidang usaha.
b.
Angka
rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan saja dan hanya
memberikan panduan umum, karena bukan merupakan hasil penelitian ilmiah dari
seluruh perusahaan dalam industri maupun sampel yang cocok dari beberapa
perusahaan dalam industri.
c.
Rasio
keuangan dapat terlalu tinggi atau terlalu rendah.
d.
Rata-rata
industri mungkin tidak memberikan target rasio atau norma yang diinginkan.
Rata-rata industri hanya dapat memberikan panduan atas posisi keuangan
perusahaan rata-rata dalam industri.
e.
Banyak
perusahaan mengalami situasi musiman dalam kegiatan operasinya sehingga pos
neraca dan rasionya akan berubah sepanjang tahun saat laporan disiapkan.
b.
Economic Value Added (EVA)
1) Pengertian
EVA
Merupakan
alat komukasi yang efektif baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau
oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk
menghubungkan dengan pasar modal.
Ide
dasar dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen perusahaan yang dapat
dipercaya dan prinsip keuangan yang pernah ada. Namun EVA merupakan inovasi
terpenting karena ia membuat teori keuangan moderen. Implikasi manajerial dari
teori ini adalah mudah diakses oleh menejer perusahaan yang tidak terlatih
dengan baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkannya. EVA
membantu para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian
membantu mereka untuk mencapai tujuan.
EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan
perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa
kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada
penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas
merupakan keunggulan pendekatan EVA dibanding pendekatan akuntansi tradisional
dalam mengukur kinerja perusahaan.
Economic
Value Added (EVA) atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis (NITAMI)
diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam
pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan –
harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya
dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal yang ada.
Setiap
perusahaan tentunya menginginkan nilai Economic Value Added (EVA) akan naik
terus-menerus, karena Economic Value Added (EVA) adalah tolok ukur fundamental
dari tingkat pengembalian modal (return
of capital). Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai Economic Value
Added (EVA) perusahaan yaitu :
a.
Meningkatkan
keuntungan (profit) tanpa menambah modal
b.
Mengurangi
pemakaian modal
c. Melakukan
investasi pada proyek – proyek dengan tingkat pengembalian tinggi.
Konsep ini tidak memerlukan adanya suatu perbandingan
dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak perlu membuat analisis
kecenderungan dengan tahun – tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada
seberapa besar laba yang dihasilkan setelah dikurangi dengan biaya modal rata –
rata tertimbang.
Metode Economic Value Added (EVA) sebagai Alat Ukur Kinerja Perusahaan Konsep Economic Value
Added (EVA) ini tidaklah dimaksudkan untuk mengganti laporan rugi laba yang
telah ada. Namun pendekatan ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai
tambahan informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur dan
penyedian dana dalam menentuakan hubungannya dengan perusahaan. Bagi eksekutif
hasil pengukuran kinerja dengan metode Economic Value Added (EVA) seringkali digunakan untuk pengendalian serta sebagai alat
yang sangat berguna didalam pengambilan keputusan – keputusan strategis.
Analisis Economic Value Added (EVA)
ini mencoba melihat dari segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan
dengan adil atas dasar konsep kepuasan stakeholder (seluruh anggota
perusahaan), bentuknya adalah dengan mempertimbangkan harapan – harapan
karyawan, pelanggan, dan pemberi modal (investor/pemegang saham). Derajat
keadilannya adalah ditunjukkan oleh biaya modal rata – rata tertimbang dan
berpedoman terhadap nilai pasar.
EVA adalah sisa laba (residual income, excess earning) setelah
penyedia modal memberikan kompensasi sesuai tingkat pengembalian (rate of return) yang dibutuhkan atau
setelah semua biaya kapital yang digunakan untuk menghasilkan laba. Yang
dimaksud dengan laba disini adalah Net
Operating Profit After Tax (NOPAT) yaitu laba operasi bersih sesudah pajak.
Sedangkan biaya kapital adalah biaya bunga pinjaman dari biaya ekuitas yang
digunakan untuk menghasilkan NOPAT yang dihitung secara rata-rata tertimbang
(Weighted Average Cost of Capital = WACC). EVA yang positif menunjukkan bahwa
perusahaan berhasil menciptakan nilai (create
value) bagi pemilik modal, konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan. Sebaliknya EVA yang negatif menandakan nilai perusahaan berkurang
sebagai akibat tingkat pengembalian yang dituntut investor.
2)
Manfaat EVA
Manfaat dari penerapan EVA antara
lain :
a.
Dapat digunakan sebagai penilai
kinerja perusahaan yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation).
b.
Dapat meningkatkan kesadaran
manajer bahwa tugas mereka adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta
nilai pemegang saham.
c.
Dapat membuat para manajer berfikir
dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang
memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal
sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
d.
EVA membuat para manajer agar
memfokuskan perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan memungkinkan
mereka untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan kriteria maksimum nilai
perusahaan.
e.
EVA sebagai motivator perusahaan
untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya.
f.
EVA dapat digunakan sebagai alat
untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian yang
lebih tinggi dari pada biaya modal.
3) Keunggulan
dan Kelemahan EVA
Economic
Value Added (EVA) sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang relatif
baru, memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan yang dimiliki
metode Economic Value Added (EVA)
antara lain:
a.
Konsep
Economic Value Added (EVA) merupakan
alat ukur yang dapat berdiri sendiri tidak memerlukan adanya suatu perbandingan
dengan perusahaan sejenis dalam satu industri, dan tidak perlu pula membuat
suatu analisis kecenderungan dengan tahun – tahun sebelumnya.
b.
Konsep
Economic Value Added (EVA) adalah pengukur kinerja perusahaan yang melihat segi
ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan – harapan pada
pemilik modal (kreditur dan pemegang saham) secara adil. Dimana derajat
keadilannya dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan
berpedoman pada nilai pasar, bukan nilai buku.
c.
Konsep
Economic Value Added (EVA) dapat dipakai sebagai tolok ukur dalam pemberian
bonus bagi karyawan. Disamping itu Economic Value Added (EVA) juga merupakan
tolok ukur yang tepat untuk memenuhi konsep kepuasan stakeholder yakni bentuk
perhatian perusahaan kepada karyawan, pelanggan dan pemberi modal (kreditur dan
investor).
d.
Walaupun
konsep Economic Value Added (EVA) berorientasi pada kinerja operasional akan
tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategis
perkembangan portofolio perusahaan.
Disamping
keunggulan – keunggulan yang dimiliki oleh Economic Value Added (EVA) terdapat
pula beberapa kelemahan EVA :
a.
EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini
tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat
retensi konsumen.
b.
EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor
sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk menjual atau membeli saham-saham tertentu, padahal
faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.
c.
Konsep ini tergantung pada transparansi perhitungan EVA
secara akurat, dalam kenyataanya seringkali perusahaan kurang transparan dalam
mengemukakan kondisi internalnya.
4)
Strategi
Meningkatkan EVA
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan EVA:
a.
Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan
keuntungan (Profitable Growth), hal
ini bisa dicapai dengan menambah modal yang diinvestasikan pada proyek dengan
tingkat pengembalian tinggi.
b.
Strategi penciptaan nilai dengan meningkatkan efisiensi
operasi dalam hal ini menaikkan keuntungan tanpa menggunakan tambahan modal.
c.
Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan
keluar dari bisnis yang tidak menjanjikan (rationalize
and exit unrewording business).
Hal ini berarti menarik modal yang tidak produktif dan
menarik modal dari aktivitas yang menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah
dan menghapus unit bisnis yang tidak menjanjikan hasil.
5)
Langkah-langkah
Menentukan EVA
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA :
a.
Menghitung biaya modal utang (Cost of Debt)
b.
Menghitung biaya modal saham (Cost of Equity)
c.
Menghitung struktur permodalan dari neraca. Struktur
modal biasanya terdiri dari utang dan ekuitas, sehingga dicari:
Komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal
Komposisi utang = rasio modal saham terhadap jumlah
modal
d.
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital)
e.
Menghitung EVA
EVA = laba operasi bersih sesudah
pajak (NOPAT) – biaya modal.
6) Tolok Ukur Penilaian Kinerja
Keuangan dalam EVA
Dalam
EVA, penilaian kinerja keuangan
diukur dengan ketentuan:
·
Jika
EVA > 0, maka kinerja keuangan perusahaan dapat dikatakan baik, karena
perusahaan bisa menambah nilai bisnis. Dalam hal ini, karyawan berhak mendapat
bonus, kreditur tetap mendapat bunga dan pemilik saham bisa mendapatkan
pengembalian yang sama atau lebih dari yang ditanam.
·
Jika
EVA = 0, maka secara ekonomis “impas” karena semua laba digunakan untuk
membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham,
sehingga karyawan tidak mendapat bonus hanya gaji.
·
Jika
EVA < 0, maka kinerja keuangan perusahaan tersebut dikatakan tidak sehat,
karena perusahaan tidak bisa memberikan nilai tambah. Dalam hal ini karyawan
tidak bisa mendapatkan bonus hanya saja kreditur tetap mendapat bunga dan
pemilik saham tidak mendapat pengembalian yang sepadan dengan yang ditanam.
Dalam
penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Menghitung biaya modal utang (cost of debt)
Biaya
modal utang dapat ditentukan sebagai berikut:
- Biaya Utang Sebelum Pajak (before tax cost of debt)
Biaya utang sebelum pajak (Kd) diformulasikan
sebagai berikut:
Keterangan:
Kd = Biaya utang sebelum pajak
- Biaya Utang Setelah Pajak (after tax cost debt)
Biaya utang setelah pajak (Ki) dapat dihitung
sebagi berikut:
Keterangan:
= Biaya utang setelah pajak
Kd = Biaya utang sebelum pajak
T = Tarif pajak
2)
Menghitung biaya modal saham dengan pendekatan CAPM
Biaya modal saham dapat ditentukan sebagai berikut:
Ks = Rf + β ( Rm - Rf )
Keterangan:
Ks = biaya laba ditahan
Rf = tingkat pengembalian atas suatu aktiva
bebas risiko
β
= beta, pengukur risiko sistematis saham
Rm = tingkat
pengembalian pasar
Adapun rumus perhitungan
besarnya beta berdasarkan pendekatan regresi adalah:
Keterangan:
n =
Banyaknya periode pengamatan
x =
Tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar (
)
y =
Tingkat hasil pengembalian saham individual (
)
Untuk mengetahui
tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar (
)
Keterangan:
= Tingkat hasil
pengembalian dari portofolio pasar periode t
= Indeks harga saham
gabungan periode t
= Indeks harga saham
gabungan sebelum periode t
Untuk mengetahui
tingkat pengembalian saham individual (
)
Keterangan:
= Tingkat hasil pengembalian saham I pada periode t
= Tingkat hasil pengembalian saham I pada periode t
= Harga saham I pada periode t
= Harga saham I sebelum periode t
=
Deviden pada periode t
3)
Menghitung struktur permodalan dari neraca
Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan modal saham,
sehingga dicari:
komposisi
utang = rasio utang terhadap jumlah modal.
komposisi
ekuitas = rasio modal saham terhadap
jumlah modal
4)
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC)
Rumus biaya modal rata-rata tertimbang
dapat dihitung sebagai berikut:
WACC =
Adapun
rumus lain yang digunakan untuk menghitung WACC
WACC = Wd . Kd (1 – T)
+ Ws . Ks
Keterangan:
Wd = Bobot dari hutang
Kd = Tingkat biaya modal hutang sebelum pajak
T =
Tingkat pajak yang berlaku
Ws = Bobot dari saham biasa
Ks = Tingkat biaya modal saham biasa
5)
Menghitung EVA
EVA
dihitung sebagai berikut:
EVA
= NOPAT – Biaya Modal
Keterangan:
EVA = Economic Value Added (Nilai Tambah Ekonomis)
EVA = Economic Value Added (Nilai Tambah Ekonomis)
NOPAT
= Net Operating After Taxes (Laba Operasi Setelah Pajak)
Biaya Modal = WACC x Total Modal
c)
Market Value Added (MVA)
Tujuan
utama manajemen keuangan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran bagi para
pemegang sahamnya. Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa,
dan itu juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara
efesien. Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan
memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang
dipasok oleh para investor kepada perusahaan. Perbedaan ini disebut sebagai
nilai tambah pasar (Market Value Added/MVA).
Manfaat
dari MVA disamping untuk mengukur kinerja perusahaan adalah juga untuk mengukur
nilai perusahan yang berhasil diciptakan nilai perusahaan dalam kaitannya
dengan pasar modal akan tampak pada harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Sebagian
besar perusahaan memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan kekayaan pemegang
saham (investor). Tujuan ini jelas menguntungkan pemegang saham, tetapi juga
bermaksud untuk memastikan bahwa sumber daya yang terbatas telah dialokasikan
secara efisien yang menguntungkan perekonomian.
Nilai
Market Value Added dapat
dihitung dengan rumus : MVA = Nilai pasar Ekuitas – Modal ekuitas yang
diinvestasikan investor
MVA t = P t .Q t - P 0.Q t
Keterangan:
P t = Harga pasar
saham per lembar
Q t = Jumlah lembar saham yang beredar pada tahun
t
P 0 =
Harga pasar saham per lembar saat penawaran perdana
Tolok
ukur Market Value Added adalah:
a.
MVA
positif, berarti pihak manajemen perusahaan telah mampu meningkatkan kekayaan
perusahaan dan para pemegang saham atau bisa dikatakan kinerja perusahaan
tersebut sehat.
b.
MVA
negatif, berarti pihak manajemen tidak mampu atau telah menurunkan kekayaan
perusahaan dan kekayaan para pemegang saham, atau bisa dikatakan bahwa kinerja
perusahaan tidak sehat.
Manfaat dari Market Value Added yang dapat
diaplikasikan pada perusahaan, antara lain:
a.
Sebagai
alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna meningkatkan kesejahteraan bagi
pemegang saham.
b.
Dengan
MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum mengambil keputusan
investasi.
c.
MVA
dapat dijadikan sebagai alat pengukur atau penilaian peningkatan kekayaan para
pemegang saham perusahaan.
Variabel-variabel yang dimaksud
diantaranya:
1.
Analisis
Rasio
a. Rasio
Likuiditas
Rasio ini dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan segera. Termasuk rasio ini antara
lain adalah:
·
Current
Ratio
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
|
Current Ratio = x
100%
·
Quick
Ratio
Merupakan perbandingan antara aktiva lancar (kecuali
persediaan) dengan hutang lancar. Rasio ini merupakan Rasio Likuiditas yang
lebih ketat dari pada Current Ratio.
Persediaan dianggap aktiva lancar kurang likuid,
sebab harus melalui dua tahap untuk menjadi kas (persediaan dijual kemudian
menjadi piutang, piutang dikumpulkan baru menjadi kas).
Aktiva
Lancar - Persediaan
Hutang Lancar
|
Quick Ratio = x 100%
Pada Current Ratio, semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansial jangka pendek, tetapi jika terlalu tinggi, efeknya terhadap earning
power kurang baik karena tidak semua modal kerja dapat digunakan. Pada Quick
Ratio elemen-elemen aktiva lancar selain inventory dianggap paling likuid untuk menjamin pembayaran hutang pada saat jatuh tempo. Kreditur akan mempertimbangkan
rasio ini dalam memberikan kreditnya.
b. Rasio
Leverage (Solvabilitas)
Rasio ini mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh
pemilik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari kreditur. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Baik
jangka panjang maupun jangka pendeknya. Yang temasuk rasio ini adalah :
·
Total
Debt to Total Asset Ratio
Total Hutang
Total Aktiva
|
Debt to Asset Ratio = x 100%
·
Total
Debt to Equity Ratio
Total Hutang
Total Modal
|
Debt to Equity Ratio =
x 100 %
c. Rasio Profitabilitas
Laba Sebelum Bunga & Pajak
Penjualan
|
·
Gross Profit Margin = x 100 %
Laba Bersih Setelah Pajak
Penjualan
|
·
Net Profit Margin = x 100 %
Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva
|
·
Return On Assets = x 100 %
Laba Bersih Setelah Pajak
Modal Sendiri
|
·
Return On Equity = x 100 %
d.
Rasio
Aktivitas
Rasio ini
untuk menggunakan seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber-sumber dana
sebagai mana digariskan oleh kebijaksanaan perusahaan. Yang termasuk rasio ini
adalah:
Penjualan Bersih
Total Aktiva
|
·
Total Assets Turn Over =
Penjualan Bersih .
Aktiva Tetap Bersih
|
·
Fixed Assets Turn Over =
Penjualan
Kredit
Piutang
|
·
Receivable
Turn Over =
Harga Pokok Penjualan
Rata-rata
Persediaan
|
·
Inventory
Turn Over =
a. Menghitung
nilai kapitalisasi pasar saham = Harga pasar saham x jumlah saham beredar
= P t .Q t
b. Menghitung
MVA = Nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang diinvestasikan investor
=
P t .Q
t –
P 0.Q
t
Keterangan:
P t = harga saham pada periode t
P t = harga saham pada periode t
Q t =
jumlah saham pada periode t
P 0 = harga saham pada saat penawaran perdana
Firm Performance
menurut Tobins
(Tobins Q)
Tobins
Q = (QTOBIN) = (EMV + D) / (EBV + D)
Earning Management
menurut Jones Dechow (Modified
Jones Model Dechow et. al 1995)
TAC = Nit – CFOit ……………………... (1)
TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (∆Revt/Ait-1) +
β3
(PPEt/Ait-1) + e…….… (2)
NDAit = β1 (1/Ait-1) + β2 (∆Revt/Ait-1 - ∆Rect/Ait-1) +
β3
(PPEt/Ait-1) …………….…. (3)
DAit = TAit / Ait – NDAit ………….……
(4)
Audit Opinion
5 Audit Opinions:
•
Pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
•
Pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan Yang Ditambahkan Dalam
Laporan Audit Bentuk Baku (Unqualified Opinion With Explanatory Language)
•
Pendapat
Wajar Dengan Penegcualian (Qualified Opinion)
•
Pendapat
Tidak Wajar (Adverse Opinion)
•
Pernyataan
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
Audit Opinion
·
1 = if audit opinion is going concern
·
0 = if not a going concern opinion
Financial Report Disclosure
• 1 =
Adequate Disclosure
• 2 =
Fair Value Disclosure
• 3 = The
Full Disclosure
Value of Firm
Belief Revision / Adjustment
• 1 =
information changes from (-) to (+)
• 0 =
information changes from (+) to (-)
• 1 =
information changes from (+) to (-)
• 0 =
information changes from (-) to (-)
2. Pengertian Corporate Governance
Tata Kelola Perusahaan (bahasa Inggris:
corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan,
dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan
suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan
antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan
pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah
pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya
termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator,
lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata
kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu
topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan
mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan
pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa
sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil
ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula
sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut
pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih
terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau
lingkungan.
Perhatian
terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat
akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS
seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah
terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
Dalam
good corporate governance mensyaratkan perlunya perhatian terhadap aspek
internal dan aspek eksternal perusahaan. aspek internal dapat menyangkut
pembiayaan, pemasaran, produksi dan operasional yang sehat. aspek eksternal
berhubungan social responsibility bisnis maupun etika bisnis.
Perusahan
harus mempunyai tanggungjawab kepada masyarakat, antara lain hasil produksi
cukup berkualitas, tidak membahayakan kesehatan atau merusak lingkungan. dapat
juga perusahaan menyumbang untuk kepentingan umum, misalnya memelihara jalan
lokasi perusahaan dan sumbangan fasilitas sosial.
2.1 Tujuan dan Manfaat Penerapan Prinsip Good Corporate Governance
Berdasarkan berbagai definisi GCG yang
disampai di atas dapat diketahui ada lima macam tujuan utama Good Corporate
Governance yaitu:
1. Melindungi
hak dan kepentingan pemegang saham,
2. Melindungi
hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non-pemegang saham,
3. Meningkatkan
nilai perusahaan dan para pemegang saham,
4. Meningkatkan
effisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan
manajemen perusahaan, dan
5. Meningkatkan
mutu hubungan Board of Directorss dengan manajemen senior perusahaan.
Kelima
tujuan utama GCG menunjukan isyarat bagaimana penting hubungan antara pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan sehingga diperlukan tata kelola
perusahaan yang baik. Di Indonesia, tujuan dan manfaat GCG dapat diketahui dari
Keputusan Menteri Negara BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM. PBUMN/2000,
Pasal 6, Penerapan GCG dalam rangka menjaga kepentingan PESERO bertujuan untuk:
1. Pengembangan
dan peningkatan nilai perusahaan;
2. Pengelolaan
sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif;
3. Peningkatan
disiplin dan tanggung jawab dari organ PESERO dalam rangka menjaga kepentingan
perusahaan termasuk pemeang saham, kreditur, karyawan, dan lingkungan dimana
PESERO berada, secara timbal balik sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab masing-masing;
4. Meningkatkan
kontribusi PESERO bagi perekonomian nasional;
5. Meningkatkan
iklim investasi; dan
6. Mendukung
program privatisasi.
Untuk
menciptakan tujuan tersebut diperlukan GCG. GCG dapat dimakna-kan sebagai
rangkaian mekanisme dengan apa suatu perusahaan publik diarahkan dan
dikendalikan sesuai dengan harapan para stakeholders.
Mekanisme
tersebut merefleksikan suatu struktur pengelolaan perusahaan dan menetapkan
distribusi hak dan tanggungjawab diantara berbagai partisipan di dalam
perusahaan.
Tujuan
utama dari pengelolaan perusahaan yang baik memberikan perlindungan yang
memadai dan perlakuan yang adil kepada pemegang saham dan pihak yang
berkepentingan lainnya melalui peningkatan nilai pemilik saham secara maksimal,
bukanlah sekedar suatu upaya untuk menjaga agar perusahaan bekerja sesuai
peraturan dan norma yang berlaku secara universal, tetapi terutama bahwa
pengelolaan yang baik itu dapat diketahui oleh publik dan para pihak yang
berkepentingan, sehingga memperoleh keyakinan bahwa taruhannya di perusahaan
publik adalah suatu keputusan yang benar
2.2 Pedoman Praktis Penerapan GCG
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pedoman praktis yang
dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam melaksanakan penerapan GCG.
Dalam
rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman GCG
perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral (bila ada).
Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya halhal sebagai
berikut:
a. Visi,
misi dan nilai-nilai perusahaan;
b. Kedudukan
dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite penunjang Dewan Komisaris,
dan pengawasan internal;
c. Kebijakan
untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan secara efektif;
d. Kebijakan
untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal yang efektif
dan pelaporan keuangan yang benar;
e. Pedoman
perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis;
f. Sarana
pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya;
g. Kebijakan
penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi prinsip GCG.
Agar
pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua
pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
a. Membangun
pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG oleh semua anggota
Direksi dan Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham Pengendali, dan semua
karyawan;
b. Melakukan
kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan GCG dan
tindakan korektif yang diperlukan;
c. Menyusun
program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan;
d. Melakukan
internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua pihak
dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan
sehari-hari;
e. Melakukan
penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal yang independen
untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan. Hasil penilaian
tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS tahunan.
Pada perusahaan
besar dan modern, kepemilikan perusahaan biasanya dipisahkan dari pengelolaan
perusahaan. Dengan pemisahan ini kegiatan pengelolaan diharapkan lebih fokus
dengan ditangani oleh pihak yang profesional. Meskipun memberikan banyak
manfaat, pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan
masalah yang dikenal sebagai principal-agent problem. Principal-agent
problem adalah masalah yang muncul karena perbedaan informasi (asymmetric information) antara
pemegang saham (principal) sebagai pihak yang memberikan amanat
dengan manajemen (agent) sebagai pihak yang menerima amanat untuk
mengelola perusahaan. Salah satu masalah dalam principal-agent problem adalah
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen. Sebagai contoh,
untuk meningkatkan bonus maka manajemen mungkin akan memoles laporan
keuangannya sehingga kinerja perusahaan tampak lebih baik dari yang
sebenarnya. Apabila laporan keuangan tidak
akurat maka keputusan investasi yang diambil pemegang saham menjadi tidak
tepat. Pada akhirnya hal ini menyebabkan keinginan pemegang saham untuk
memperoleh tingkat keuntungan tertentu menjadi tidak tercapai.
Berkaitan
dengan principal-agent problem dimaksud, untuk melindungi
kepentingan pemegang saham harus terdapat suatu struktur dan proses yang
mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan secara menyeluruh untuk
kepentingan pemegang saham dan dengan memperhatikan kepentingan pemangku
kepentingan lain. Struktur dan proses inilah yang disebut dengan Good
Corporate Governance. Secara umum, Good Corporate Governance dapat dijabarkan
menjadi beberapa prinsip yaitu Transparency, Accountability, Responsibility,
Independence, dan Fairness (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Pada perusahaan
terbuka, jumlah pemegang saham tidak hanya beberapa namun mencapai ribuan.
Dengan kondisi tersebut, permasalahan yang timbul bukan hanya perbedaan
kepentingan antara principal dengan agent namun
juga perbedaan kepentingan antar principal, yaitu antara pemegang
saham mayoritas dengan pemegang saham publik. Dengan permasalahan yang semakin
kompleks tersebut, kebutuhan akan penerapan prinsip-prinsip Good
Corporate Governancedi Pasar Modal adalah sangat krusial. Untuk melindungi
kepentingan pemegang saham publik, regulator Pasar Modal mengakomodasi
prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam peraturan
perundangan di Pasar Modal dan mewajibkan penerapannya bagi Emiten dan
Perusahaan Publik. Dengan kewajiban tersebut diharapkan segenap pengelolaan
Emiten dan Perusahaan Publik dilakukan untuk kepentingan pemegang saham publik
dan dengan tetap memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan
lain. Tulisan ini mengulas mengenai masing-masing prinsipGood Corporate
Governance dan peraturan-peraturan Bapepam dan LK yang mengakomodasi
prinsip-prinsip tersebut.
a. Transparency (Keterbukaan)
Perusahaan yang menjalankan prinsip
transparansi adalah perusahaan yang menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan (Komite Nasional
Kebijakan Governance, 2006).
Berbeda dengan
perusahaan tertutup dimana pemegang
sahamnya hanya beberapa pihak, Emiten dan Perusahaan Publik dimiliki oleh
banyak pihak yang masing-masing memiliki kebijakan investasi yang berbeda.
Sebagian pemodal memilih berinvestasi pada perusahaan yang mapan, dan
sebagian lainnya memilih berinvestasi
pada perusahaan berkembang. Transparansi menjadi sangat pentingkarena dengan
transparansi pemodal mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan
investasi sesuai kebijakan mereka. Untuk menjamin transparansi, peraturan
perundangan di Pasar Modal mewajibkan Emiten dan Perusahaan Publik melakukan
keterbukaan informasi baik pada proses Penawaran Umum maupunsetelah selesai Penawaran Umum (keterbukaan berkelanjutan).
Dalam rangka
Penawaran Umum, perusahaan wajib menerbitkan prospektus dan mempublikasikan
prospektus ringkas kepada masyarakat. Hal-hal yang diungkapkan dalam prospektus
dan prospektus ringkas mencakup informasi mengenai kinerja keuangan,
latar belakang pengurus, produk, risiko dan
berbagai informasi lain terkait perusahaan. Dengan membaca
prospektus, diharapkan pemodal mendapatkan gambaran yang akurat mengenai
prospek perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang
tepat.
Setelah
Penawaran Umum, perusahaan tetap wajib melakukan keterbukaan informasi baik
yang sifatnya berkala maupun insidentil. Keterbukaan berkala mencakup
Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Tengah Tahunan,Laporan Tahunan,
dan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum. Keterbukaan
insidentil mencakup antara lain keterbukaan mengenai informasi atau fakta
material (diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK No. X.K.1 tentang Keterbukaan
Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik), keterbukaan informasi
bagi perusahaan yang dituntut pailit (diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK No.
X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten dan Perusahaan Publik Yang
Dimohonkan Pailit) dan berbagai keterbukaan informasi lain terkait dengan aksi
korporasi, baik yang perlu dimintakan persetujuan dalam RUPS maupun
tidak.
Berdasarkan
Peraturan Bapepam dan LK No. X.K.1, Emiten dan Perusahaan Publik wajib
menyampaikan kepada Bapepam dan LK serta mengumumkan kepada publik, apabila
terdapat informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai Efek atau
keputusan investasi pemodal. Keterbukaan informasi ini wajib dilaksanakan
secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak keputusan
atau terdapatnya informasi atau fakta material tersebut. Peraturan dibuat
dengan tujuan agar pemodal mendapatkan informasi yang memadai secara tepat
waktu dan agar informasi atau fakta material tidak dimanfaatkan oleh
pihak-pihak tertentu sebelum hal tersebut diketahui publik.
Sehubungan
dengan aksi korporasi, Peraturan Bapepam dan LK mewajibkan adanya keterbukaan
informasi untuk aksi-aksi korporasi tertentu, baik yang memerlukan persetujuan
RUPS maupun tidak. Untuk aksi korporasi yang membutuhkan persetujuan RUPS,
informasi wajib diumumkan sebelum RUPSdiselenggarakan sehingga keputusan yang diambil para
pemegang saham pada saat RUPS sudah didasarkan pada informasi yang memadai.
Informasi yang harus diumumkan diatur dalam peraturan yang khusus mengenai aksi
korporasi yang dilakukan, seperti Peraturan Bapepam dan LK No. IX.E.1 untuk
transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan, Peraturan Bapepam dan LK No.
IX.G.1 untuk penggabungan usaha, Peraturan Bapepam dan LK No. IX.L.1 untuk
kuasi reorganisasi, dan sebagainya. Untuk waktu pengumuman informasi, apabila
tidak diatur dalam peraturan yang khusus mengatur aksi korporasi yang akan
dilakukan maka mengacu kepada Peraturan Bapepam dan LK No. IX.I.1 tentang
Rencana dan Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, dan Peraturan Bapepam dan LK
No. IX.J.1 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar.Pada umumnya keterbukaan
informasi tentang aksi korporasi diumumkan 14 (empat belas) hari sebelum Emiten
melakukan panggilan RUPS. Dalam keterbukaan informasi ini, peran Bapepam dan LK
adalah memastikan bahwa transaksi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku di Pasar Modal, prosedur untuk mendapatkan persetujuan
RUPS (apabila diperlukan) dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku,
dan terdapat informasi yang cukup bagi pemodal untuk mengambil keputusan.
Untuk aksi
korporasi tertentu yang tidak membutuhkan persetujuan RUPS, keterbukaan
dilakukan dalam 2 (dua) hari setelah transaksi dilakukan atau setelah
terdapatnya kontrak atas transaksi tersebut. Contoh-contoh transaksi yang
tidak wajib mendapat persetujuan RUPS namun wajib dilaporkan dalam 2 hari
setelah transaksi adalah transaksi dengan pihak afiliasi dan transaksi dengan
nilai antara 20% sampai dengan 50% modal disetor Emiten atau Perusahaan Publik.
b. Accountability (Akuntabilitas)
Perusahaan yang
menjalankan prinsip akuntabilitas menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing organ dan unit perusahaan secara jelas dan selaras dengan visi,
misi, nilai-nilai dan strategi perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Salah satu
ketentuan di Pasar Modal terkait dengan prinsip akuntabilitas adalah ketentuan
yang mewajibkan pernyataan manajemen mengenai tanggung jawab atas laporan
keuangan. Pada perusahaan besar, penyusunan laporan keuangan melibatkan banyak
unit di dalam perusahaan. Akibatnya, kualitas dari laporan keuangan
perusahaan tersebut sangat tergantung dari kontribusi berbagai unit tersebut
yang tersebar di seluruh bagian perusahaan. Untuk menghasilkan laporan yang
berkualitas, diperlukan adanya sistem pengendalian internal yang dapat
memastikan bahwa masing-masing unit dalam perusahaan menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik. Pihak yang mampu memastikan adanya sistem pengendalian
internal yang baik adalah presiden direktur. Oleh karena itulah maka pihak yang
paling bertanggung jawab atas laporan keuangan adalah presiden direktur dan
direktur yang membawahi bidang keuangan dan akuntansi. Untuk memastikan
akuntabilitas laporan keuangan, Peraturan Bapepam dan LK No. VIII.G.11
mewajibkan Presiden Direktur dan Direktur yang membawahi bidang akuntansi dan
keuangan untuk menandatangani pernyataan tanggung jawab atas laporan keuangan
dan melampirkan pernyataan tersebut dalam laporan keuangan yang diterbitkan
perusahaan.
Selain melalui
pernyataan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan, prinsip
akuntabilitas juga ditegakkan melalui kewajiban pengungkapantugas dan tanggung
jawab organ-organ perusahaan dalam laporan tahunan dan anggaran dasar
perusahaan. Berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK No. X.K.6,laporan tahunan
wajib mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab direksi dan komisaris.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK No. IX.J.1, anggaran dasar
Emiten dan Perusahaan Publik wajib mengungkapkan tugas dan tanggung jawab dari
Direksi dan Dewan Komisaris secara jelas.
Dengan prinsip
akuntabilitas, kinerja masing-masing unit dalam perusahaan dapat diukur dengan
lebih efektif dan dominasi satu organ / unit perusahaan terhadap organ / unit
lain dapat dikurangi. Disamping itu, dalam hal terjadi pelanggaran peraturan,
pengenaan sanksi dapat dilakukan dengan lebih efektif karena regulator lebih
mudah untuk menentukan siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas suatu
pelanggaran tertentu. Sejalan dengan prinsip akuntabilitas ini, tidak
jarang sanksi atas suatu pelanggaran tertentu tidak ditujukan kepada Emiten
atau Perusahaan Publik, namun kepada anggota direksi yang paling bertangggung
jawab atas pelanggaran tersebut.
c. Responsibility (Tanggung Jawab)
Dengan
prinsip responsibility, perusahaan mematuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang (Komite Nasional
Kebijakan Governance, 2006). Dengan
melaksanakan prinsip responsibility dimaksud, perusahaan diharapkan dapat
menjadi good corporate citizen, dimana perusahaan dianggap sama
dengan warga negara lainnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
Sehubungan
dengan tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan,Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan Perseroan untuk
menjalankan program-program corporate social responsibility.
Selanjutnya Peraturan Bapepam dan LK No. X.K.6 mewajibkan adanya pengungkapan
mengenai kegiatan corporate social responsibility dalam
Laporan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik.
Industri Pasar
Modal adalah industri yang sangat dinamis, dimana sangat mungkin
timbul hal-hal baru mendorong manajemen melakukan kegiatan-kegiatan yang belum diatur
secara jelas. Oleh karena itu, implementasi prinsip responsibilitytidak hanya dilakukan
dengan mematuhi peraturan yang berlaku namun
juga dengan komitmen untuk tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
semangatGood Corporate Governance. Dengan prinsip responsibility,
perusahaan harus menghindari kegiatan atau keputusan yang
bertentangan dengan semangat tata kelola perusahaan yang baik meskipun hal
tersebut belum diatur secara jelas dalam peraturan
perundangan yang berlaku. Komitmen untuk tidak melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan semangat good corporate
governance namun belum diatur secara tegas ini sangat diperlukan
mengingat berbagai kasus fraud, seperti Enron dan
Parmalat, menunjukkan bahwa fraud tidak selalu dimulai
dengan niat buruk. Pada
umumnya fraud dimulai
dari pelanggaran-pelanggaran kecil dan pada area-area yang tidak diatur
secara jelas, namun dalam perkembangannya harus ditutup
dengan pelanggaran lain yang lebih besar (Young, 2000). Apabila kondisi ini
terus menerus berlangsung, maka semakin lama
pelanggaran menjadi semakin besar dan perusahaan tidak dapat menutupinya lagi.
Kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan dapat dilakukan baik
karena kontrol internal maupun eksternal
seperti regulator, kreditur, pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Agar
perusahaan memiliki sistem kontrol internal yang mendukung kepatuhan terhadap
peraturan perundangan, peraturan Pasar Modal mewajibkan
adanya Komite Audit, Unit Audit Internal, Komisaris Independen,
dan Sekretaris Perusahaan. Peraturan Bapepam dan LK No. IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan bahwa Emiten
dan Perusahan Publik wajib memiliki Komite Audit. Komite ini bertanggung jawab
untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris mengenai laporan atau hal-hal
yang disampaikan direksi, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian
Komisaris dan melaksanakan tugas-tugas lain. Peraturan Bapepam dan LK No.
IX.I.7 tentang Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal
mewajiban Emiten atau Perusahaan Publik untuk memiliki Unit Audit Internal.
Tugas Unit Audit Internal mencakup antara lain evaluasi pelaksanaan pengendalian
interen dan sistem manajemen risiko perusahaan, melakukan pemeriksaan dan
penilaian atas efisiensi dan efektivitas bidang keuangan, operasi, SDM dan
kegiatan lainnya, serta melakukan pemeriksaan khusus lain apabila diperlukan.
Disamping
didukung oleh sistem kontrol internal yang
memadai, kepatuhan terhadap peraturan juga didorong upaya penegakan hukum yang
efektif dari regulator. Untuk menjamin kepastian hukum di Pasar Modal
Indonesia, Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
memberikan kewenangan kepada Bapepam dan LK untuk melaksanakan kegiatan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan serta pengenaan sanksi terhadap setiap
pelanggaran di Pasar Modal. Oleh karena itu, disamping berwenang
mengeluarkan peraturan, Bapepam dan LK juga berwenang untuk melakukan tindakan
penegakan hukum terhadap pihak-pihak di Pasar Modal. Untuk kasus yang bersifat
administrasi, Bapepam dan LK dapat memberikan sanksi administrasi berupa
peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan
usaha, pencabutan ijin, pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran.
Adapun untuk kasus pidana, Bapepam dan LK melakukan penyidikan
dan keputusan sanksi pidana ditetapkan oleh pengadilan.
d. Independence (Independensi)
Dengan
prinsip independence, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ atau unit perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Untuk mencegah
terjadinya dominasi antar organ atau unit perusahaan yang berlebihan, Undang-Undang
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas mengatur tugas
dan fungsi masing-masing organ perusahaan. Selain itu, UU tentang Perseroan
Terbatas dan Peraturan Bapepam dan LK No. IX.J.1 mewajibkan Perseroan untuk
menyatakan secara jelas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Komisaris dalam
anggaran dasar perusahaan. Untuk mencegah dominasi yang berlebihan, peraturan
di Pasar Modal juga mewajibkan dibentuknya unit-unit yang memiliki fungsi
kontrol dalam perusahaan, seperti Komite Audit dan Unit Audit Internal. Dengan
terdapatnya tugas dan fungsi yang jelas dari masing-masing organ perusahaan,
dan dengan adanya berbagai fungsi kontrol dalam perusahaan, diharapkan dominasi
suatu organ perusahaan terhadap organ lainnya dapat dikurangi.
Selanjutnya
untuk mencegah dominasi pemegang saham utama terhadap jalannya kegiatan
perseroan yang dapat merugikan pemegang saham publik, Peraturan Bapepam dan LK
No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu mewajibkan adanya persetujuan pemegang saham independen dalam hal
perusahaan bermaksud melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi yang dapat
merugikan perusahaan. Contoh transaksi yang dapat mengandung benturan
kepentingan adalah transaksi pembelian aset yang jauh melebihi nilai wajarnya
dari pihak yang terafiliasi dengan perusahaan, atau transaksi pembelian aset
yang tidak dibutuhkan oleh perusahaannya dari pihak yang terafiliasi dengan
perusahaan. Mengingat transaksi-transaksi tersebut memiliki potensi untuk
merugikan perusahaan, maka Peraturan Bapepam dan LK No. IX.E.1 menyatakan bahwa
persetujuan atas transaksi tersebut hanya dapat diberikan oleh pemegang saham
independen. Pemegang Saham Independen adalah pemegang saham yang tidak terkait
dengan transaksi benturan kepentingan yang akan dilakukan perusahaan. Pemegang
Saham Independen mencakup tetapi tidak terbatas pada pemegang saham publik,
namun juga Pemegang Saham Utama yang tidak terkait dengan transaksi benturan
kepentingan yang akan dilakukan.
Kewajiban bahwa
transaksi yang mengandung benturan kepentingan harus diputuskan melalui Rapat
Umum Pemegang Saham Independen muncul karena biasanya pemegang saham yang
memiliki kepentingan atas transaksi tersebut adalah pemegang saham yang
memiliki suara mayoritas dalam RUPS. Apabila pemegang saham yang memiliki suara
mayoritas ikut dalam RUPS untuk menyetujui atau tidak menyetujui transaksi yang
akan dilakukan, maka keputusan boleh tidaknya transaksi tersebut akan
ditentukan oleh pemegang saham yang memiliki benturan kepentingan terhadap
perusahaan. Apabila ini terjadi, besar kemungkinan keputusan yang dihasilkan
RUPS akan merugikan perseroan.
e. Fairness (Kewajaran)
Berdasarkan
prinsip fairness atau kewajaran, perusahaan harus
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain
berdasarkan azas kewajaran dan kesetaraan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Salah
satu implementasi dari prinsip fairness adalah tersedianya
informasi yang sama kepada seluruh pemegang saham dalam waktu yang
bersamaan. Dengan prinsip fairness, manajemen tidak boleh
memberikan informasi hanya kepada pemegang saham tertentu meskipun pemegang
saham tersebut merupakan pemegang saham mayoritas.
Karena
prinsip fairness mencakup adanya akses informasi yang merata
kepada semua pemegang saham, maka peraturan Pasar Modal yang mengakomodasi
prinsip transparency juga merupakan peraturan yang
mengakomodasi prinsipfairness. Salah satu peraturan tersebut adalah
Peraturan Bapepam dan LK No. X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus
Segera Diumumkan Kepada Publik.Berdasarkan peraturan
ini, informasi atau fakta material harus segera diumumkan
kepada publik paling lambat dalam 2 hari setelah terdapatnya informasi atau
fakta material tersebut. Kewajiban ini sangat penting agar para
pemodal mendapatkan informasi material terkini mengenai perusahaan, dan dapat
mengambil keputusan investasi yang tepat berdasarkan informasi tersebut. Dalam
kondisi tertentu, terdapat kemungkinan adanya informasi material yang belum
dapat diumumkan kepada publik. Contoh kondisi ini adalah ketika manajemen masih
membutuhkan informasi tambahan sebelum memastikan adanya suatu informasi atau
fakta material tertentu. Apabila karena satu dan lain hal informasi yang belum
diumumkan ini diketahui oleh sebagian publik, perusahaan
harus sesegera mungkin mengumumkaninformasi
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar informasi atau fakta material mengenai
Emiten dan Perusahaan Publik diketahui oleh publik secara merata, dan tidak ada
pihak-pihak yang memanfaatkan informasi tersebut untuk perdagangan efek.
Selain
persamaan akses informasi, contoh implementasi prinsip fairness adalah
kewajiban penawaran tender bagi pengendali baru suatu Perusahaan Terbuka.
Peraturan Bapepam dan LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
mewajibkan pengendali baru untuk melakukan penawaran tender atas sisa saham
yang dimiliki publik, setelah ia mengambilalih suatu Perusahaan Terbuka dari
pengendali lama. Kewajiban ini merupakan implementasi dari prinsip fairness
karena kewajiban ini memberikan kesempatan bagi pemegang saham publik untuk
melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pengendali lama. Ketika
pengendali lama melepas kepemilikannya kepada pengendali baru, tentunya
pengendali lama memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dirasa
menguntungkan. Terlepas dari apapun pertimbangan tersebut, untuk menjamin bahwa
pemegang saham publik juga memiliki kesempatan yang sama untuk melepas
sahamnya, maka peraturan No. IX.H.1 mewajibkan pengendali baru untuk membeli sisa
saham yang dimiliki publik.
Disamping
persamaan hak, prinsip fairness juga mencakup persamaan
kewajiban antara pemegang saham. Kewajiban-kewajiban
pemegang saham yang diatur dalam peraturan perundangan di Pasar Modal berlaku
untuk seluruh pemegang saham tanpa kecuali. Sebagai contoh, kewajiban penawaran
tender sebagaimana
diatur dalam Peraturan No. IX.H.1 di atas berlaku bagi
seluruh pengendali baru, termasuk pengendali baru yang merupakan institusi
negara. Peraturan Bapepam dan LK No. IX.H.1 memberikan beberapa pengecualian dimana dimana
pengendali baru tidak diwajibkan melakukan penawaran tender. Namun demikian
pengecualian tersebut diberikan berdasarkan kondisi-kondisi tertentu, tanpa
melihat siapa pengendali baru tersebut. Beberapa contoh kondisi dimana
pengendali baru tidak wajib melakukan penawaran tender adalah jika
pengambilalihan terjadi karena perintah pengadilan, atau jika pelaksanaan
penawaran tender akan melanggar peraturan perundangan tertentu yang dikeluarkan
regulator lain.
2.3 Peraturan Bapepam Yang Mengatur Corporate Governance
§ Transparansi
a. Keterbukaan Penawaran Umum
1.
Peraturan No. IX.C.1 Pedoman
Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum
2.
Peraturan No. IX.C.2 tentang Pedoman
Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka penawaran Umum
3.
Peraturan No. IX.C.3 tentang Pedoman
Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum
b. Keterbukaan Setelah Penawaran Umum
-
Keterbukaan
Berkala
1.
Peraturan No. X.K.2 tentang Penyampaian
Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik
2.
Peraturan No. X.K.6tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik
3.
Peraturan No. X.K.4 tentang
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum
-
Keterbukaan
Insidentil
1.
Peraturan No. X.K.1 tentang Keterbukaan
Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik
2.
Peraturan No. X.K.5 tentang Keterbukaan
Informasi Bagi Emiten Atau Perusahaan Publik Yang Dimohonkan Pailit
-
Keterbukaan
Aksi Korporasi
1.
Peraturan No. IX.D.5 tentang Saham
Bonus
2.
Peraturan No. IX.E.1 tentang Transaksi
Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
3.
Peraturan No. IX.E.2Transaksi
Material & Perubahan Kegiatan Usaha Utama
4.
Peraturan No. IX.F.1 tentang Penawaran
Tender Sukarela
5.
Peraturan No. IX.G.1 tentang Peleburan Usaha
Atau Penggabungan Usaha Perusahaan Publik Atau Emiten
6.
Peraturan No. IX.H.1 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
7.
Peraturan No. IX.L.1 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kuasi Reorganisasi
·
Akuntabilitas
1.
Peraturan No. IX.J.1 tentang Pokok-pokok Anggaran
Dasar Perseroan Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Dan
Perusahaan Publik
2.
Peraturan No. X.K.6 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik
3.
Peraturan No. IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit
4.
Peraturan No IX.I.7 tentang Pembentukan
dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal
·
Responsibilitas
1.
Seluruh peraturan perundangan di bidang
Pasar Modal
2.
Peraturan No. IX.I.4 tentang
Pembentukan Sekretaris Perusahaan
·
Independensi
1.
Peraturan No. IX.E.1 tentang Transaksi
Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
2.
Peraturan No. X.K.6 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik
·
Kewajaran
1.
Seluruh Peraturan Bapepan dan LK
terkait Keterbukaan Informasi
2.
Peraturan No. IX.E.1 tentang Transaksi
Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
3.
Peraturan No. IX.H.1 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
4.
Peraturan No. X.M.1 tentang Keterbukaan
Informasi Pemegang Saham Tertentu
·
Corporate
Governance Perception Index (CGPI)
CGPI adalah program riset dan
pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Program
ini diselenggarakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance
(IICG) bekerjasama dengan Majalah SWA.
CGPI diikuti oleh Perusahaan Publik
(Emiten), BUMN, BUMS, BUMD, Perseroan Terbatas, Lembaga Keuangan Bank dan
Non-Bank, dan Lembaga Keuangan Syariah.
·
Tujuan
CGPI
CGPI
dirancang untuk memicu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan konsep
CG melalui perbaikan yang berkesinambungan dengan melaksanakan evaluasi dan
melakukan studi banding.
·
Manfaat
CGPI
• Penataan organisasi perusahaan yang
belum sesuai dan belum mendukung terwujudnya GCG
• Peningkatan kesadaran & komitmen
internal perusahaan & stakeholder thdp penerapan GCG
• Kepercayaan investor dan publik
meningkat
• Pemetaan dan masalah-masalah
strategis dalam praktik GCG
• Alternatif perbaikan dan indikator
atau standar mutu pencapaian kualitas CG
·
Tahap
Penilaian GCG
• Self-Assessment
• Pengumpulan dokumen perusahaan
• Penyusunan makalah dan presentasi
• Observasi perusahaan
Cakupan Penilaian CGPI
•
Komitmen
•
Transparansi
•
Akuntabilitas
•
Responsibilitas
•
Independensi
•
Kompetensi
•
Keadilan
•
Kepemimpinan
•
Kemampuan bekerjasama
•
Visi, Misi, dan Tata Nilai
•
Strategi dan Kebijakan
•
Etika Bisnis
•
Budaya Resiko
• Mengukur CGPI
• Penilaian CGPI
Berdasarkan kategorisasi pemeringkatan:
CATEGORY
|
RATING
|
SCORE
|
A
|
HIGHLY RELIABLE
|
85,00 – 100,00
|
B
|
TRUSTWORTHY
|
70,00 – 84,99
|
C
|
FAIRLY RELIABLE
|
55,00 – 69,99
|
PENUTUP
Perlindungan
terhadap pemodal merupakan hal yang sangat penting di Pasar Modal. Untuk
menjamin perlindungan terhadap pemodal, Emiten dan Perusahaan Publikharus dikelola
berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Untuk itu,
peraturan di Pasar Modal mengakomodasi prinsip-prinsip tersebut dan mewajibkan
Emiten dan Perusahaan Publik untuk menerapkannya.
Guna mengetahui
sejauh mana peraturan perundangan di Pasar Modal telah mengakomodasi
prinsip-prinsip
Good Corporate Governance, maka assessment terhadap peraturan
perundangan di Pasar Modal Indonesia dilakukan dari waktu ke waktu, baik oleh
Bapepam dan LK sendiri maupun oleh lembaga-lembaga internasional seperti World
Bank, ADB dan IMF. Berdasarkan salah satu assessment yang
dilakukan oleh World Bank, Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip good
corporate governance ke dalam ketentuan undang-undang dan
peraturan-peraturan pelaksanaannya (World Bank, 2010). Lebih lanjut, lembaga-lembaga
internasional tersebut memberikan rekomendasi untuk meningkatkan penerapan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance di Pasar Modal
Indonesia. Salah satu upaya Bapepam dan LK untuk meningkatkan penerapan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah memperhatikan
dan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi tersebut. Dengan mengikuti
rekomendasi tersebut, diharapkan Pasar Modal Indonesia bukan saja memenuhi
kebutuhan pasar yang terus berkembang dan mampu bersaing dengan pasar modal
lain di negara-negara tetangga, namun juga memenuhi standar-standar yang
berlaku secara internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar