INDUSTRY ENVIRONMENT (LINGKUNGAN
INDUSTRI)
Lingkungan
adalah keadaan sekeliling tempat industry/organisasi beroperasi, termasuk
udara, air, tanah, sumberdaya alam, flora, fauna, manusia dan keterkaitannya.
“Keadaan sekeliling” dalam hal ini meluas dari dalam organisasi sampai system
global.
Industri
adalah suatu usaha membuat atau memproduksi barang-barang atau jasa. Lingkungan
industri dapat kita definisikan sebagai keadaan sekeliling tempat suatu
industri beroperasi termasuk udara, air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna,
manusia dan keterkaitannya. Dimana keadaan ini meluas dari dalam perusahaan/
industri tersebut sampai ke sistim global
Kristanto(2001)
menuliskan bahwa industri adalah sumber kemakmuran
bagi
suatu bangsa. Industrialisasi telah menempati posisi sentral dalam ekonomi dan
masyarakat saat ini dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi
peningkatan kemakmuran umat manusia. Banyak kebutuhan manusia hanya dapat
dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri. Indusrti
telah meningkatkan permintaan demand akan sumber daya alam dan memaksakan daya
tampung sistem alam untuk menyerap hasil sampingannya/limbah. Bila alam tidak
mampu menampung/ menetralisisr limbah dari industry maka industri menjadi
bencana bagi lingkungan sekeliling industri bahkan meluas sampai ke lingkungan
global.
Wardhana(2004)
menyebutkan Industri juga telah memberikan dua dampak dalam kehidupan manusia
yaitu dampak langsung dan dampak tak langsung (psikososioekonomi). Dampak tak
langsung seperti urbanisasi, prilaku
individualistis,
kriminalitas, environmental desease. Sedangkan dampak langsung yaitu,
terganggunya keseimbangan ekosistem alam homeostatis, pencemaran air, udara dan
tanah.
Industri
memanfaatkan sumber daya alam dan energi diolah atau ditransportasikan menjadi
produk dan ditambah dengan limbahnya, industri adalah sistem yang linier.
Sistem industri yang linier tidak bisa harmonis dengan system alam/ lingkungan
alam dimana alam adalah suatu siklus. Sistem industri yang linear perlu dirancang
ulang menjadi sistem siklus agar alam/lingkungan tidak menerima beban limbah
dari produk industri setelah barang dipakai. Demikian pula pengeksploitasian
sumber daya alam perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak alam juga
dilakukan dengan seefisien mungkin agar tidak mudah habis.
Selain
lingkungan seperti yang disebutkan diatas pada makalah ini akan dibicarakan
masalah lingkungan industry yang berada didalam organisasi itu sendiri.
Lingkungan
industry selain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, perusahaan juga
dipengaruhi oleh kondisi mikro yaitu lingkungan industry.
A.
Karakteristik Industri yang mempengaruhi kinerja/hasil bisnis
Dalam
buku karangan Jeff Madura disebutkan bahwa ada 4 (empat) variable yang
mempengaruhi hasil bisnis. Hasil perusahaan sangat tergantung pada
karakteristik industri yang tergambar pada diagram berikut :
1.
Industry Demand (permintaan industry)
2.
Industry Competition (persaingan industry)
3.
Labor Enviroment (lingkungan pekerja)
4.
Regulatory environment (lingkungan regulator)
1.Industry
Demand (permintaan industry)
·
Yaitu keseluruhan permintaan terhadap
produk-produk dalam industri.
·
Permintaan industri harus selalu
dipantau oleh manajer, karena dapat berubah setiap saat dan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan atau preferensi konsumen.
·
Meningkatnya permintaan industri
menguntungkan bagi perusahaan dalam industri, sebaliknya penurunan permintaan
berakibat kerugian.
2.
Industry Competition (persaingan industry)
·
Setiap industri bersaing satu sama lain
untuk para konsumen yang menginginkan produknya dan tingkat persaingan berbeda
untuk setiap industri.
·
Perusahaan yang memiliki pesaing sedikit
akan lebih menguntungkan, karena :
o
Penjualan perusahaan dibandingkan dengan
pasar keseluruhan (pangsa pasar) normalnya lebih tinggi.
o
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi
tanpa kehilangan konsumen
o
Seluruh penghasilan (total revenue)
tergantung pada jumlah terjual (quantity) dan harga per-unit (price)
o
Perusahaan dapat menjual dalam jumlah
besar pada harga tinggi sehingga memperoleh tingkat penghasilan yang tinggi
o
Tingkat persaingan yang tinggi
mengakibatkan rendahnya penjualan dan kemungkinan merugi.
3.
Labor Enviroment (lingkungan pekerja)
·
Beberapa industri memiliki karakteristik
tenaga kerja khusus
·
Biaya tenaga kerja jauh lebih tinggi
dalam industri tertentu yang memerlukan spesialisasi (mis. pelayanan kesehatan)
·
Serikat tenaga kerja mempengaruhi biaya
tenaga kerja, selain masalah pemogokan
·
Memahami lingkungan tenaga kerja dalam
industri dapat menolong manajer perusahaan mengestimasi biaya tenaga kerja yang
terjadi
4.
Regulatory environment (lingkungan regulator)
·
Semua industri terkena beberapa
peraturan pemerintah. Ada peraturan yang lebih ketat dikenakan pada suatu
industri dibanding industri lainnya.
·
Perusahaan mobil dan Perminyakan
dikenakan lebih banyak peraturan lingkungan. Perbankan, asuransi dan industri
utilitas terkena peraturan pada jenis jasa yang disediakan.
·
Pengusaha yang bermaksud memasuki
industri manapun harus mengatahui segala peraturan yang dikenakan pada industri
tersebut
Dari
empat indicator tersebut diatas perlu dicermati dan diantisipasi secara terus-
menerus, agar bila terjadi suatu dapat ditanggulangi secara dini. Dampak
terjadinya perubahan pada salah satu indicator ini akan memaksa perusahaan mengambil
keputusan bisnis.
Setiap
keputusan bisnis yang diambil karena adanya perubahan diluar perencanaan akan
mempengaruhi factor-faktor bisnis terkait lainnya.
B.
Beberapa Perusahaan dihadapkan pada kondisi-kondisi Industri
Tereksposnya
sebuah perusahaan terhadap kondisi industri tergantung pada karakteristik
tertentu, ada dua karakteristik utama yang teridentifikasi yaitu:
1.
Pangsa Pasar suatu Perusahaan
·
Seberapa besar perusahaan terpengaruh
oleh kondisi industri tergantung pangsa pasar atau pangsa penjualan keseluruhan
dalam industri (pasar)
·
Perusahaan yang mampu mengontrol pasar
biasanya mendapat keuntungan lebih dari peningkatan permintaan industri, a.l
perusahaan dapat meramalkan permintaan pasar, sehingga dapat meramalkan
permintaan produknya
·
Perusahaan yang memiliki pangsa pasar
terbesar juga terkena dampak lebih besar dibanding perusahaan kecil pada saat
industri menurun
2.
Fokus Perusahaan pada industry utama
Perusahaan
yang memfokuskan bisnisnya pada satu industri secara umum lebih terekspos
terhadap kondisi industri, sehinggga akibat serius apabila terjadi penurunan
penjualan karena selera konsumen atau perubahan teknologi. Untuk mengantisipasi
kemungkinan kondisi buruk, perusahaan perlu mengurangi eksposurnya. Solusinya
adalah dengan mendiversifikasi-kan bisnis pada beberapa industri.
C.
Persaingan dalam industry
Dalam
situasi persaingan yang ketat dapat dibedakan, mana perusahaan yang dikelola
dengan baik dan mana yang tidak baik. Perusahaan yang dikelola tidak baik akan
mengalami kegagalan, sebaliknya perusahaan yang dikelola dengan baik merebut
pasar dari perusahaan yang gagal, melalui akuisisi, konsolidasi atau merger
Contoh
iklan persaingan dalam industry
Lingkungan
industri lebih banyak dan mengarah pada persaingan diantara suatu perusahaan
penghasil produk yang sejenis dalam suatu area wilayah tertentu, Misal
lingkungan industri otomotif untuk produsen motor di Indonesia adalah : Honda,
Yamaha, Suzuki, Kawazaki, Kymko, Bajaj, dan lain-lain.
Sudah
barang tentu bisnis yang bisa bertahan dalam persaingan harus mampu mengungkap
dimensi-dimensi lingkungan industry. Apa yang semestinya diperhatikan dalam
kepentingan persaingan bisnis. Berikut akan dibahas beberapa dimensi berbasis
power.
Ada
6 (enam) variable/power yang berpengaruh terhadap strategi bersaing dalam suatu
lingkungan industri tertentu, yaitu :
1.
Hambatan Memasuki Pasar (Barier to Entry)
2.
Kekuatan Tawar (Bargaining Power) Pembeli
3.
Kekuatan Tawar (Bargaining Power) Pemasok
4.
Ketersediaan Produk Substitusi
5.
Persaingan Sesama Perusahaan Dalam Industri
6.
Pengaruh kekuatan Stake Holder
1.
Hambatan Memasuki Pasar (barier to Entry)
Masuknya
perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan
lama yang telah ada, misalnya terjadi perebutan pangsa pasar, sumber daya yang
terbatas dan sebagainya.
Ada
beberapa faktor dan cara yang dapat dipakai untuk dapat menghambat masuknya
pendatang baru kedalam suatu industri tertentu (barier to entry) antara lain :
a.
Skala ekonomi & Kecukupan Modal
b.
Diferensiasi Produk
c.
Peraturan Pemerintah
d.
Akses ke Pemasok & Saluran Distribusi
2.
Kekuatan Tawar Pembeli (Bargaining Power)
Pembeli
yang dikalangan dunia bisnis sering disebut buyers mampu mempengaruhi produsen
untuk memotong harga produk tertentu, meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
serta mengadu perusahaan dengan kompetitor melalui berbagai keunggulan
masing-masing. Bagaimana hal ini bisa terjadi ?
·
Jika pembeli membeli dalam jumlah yang
besar
·
Sifat produk umum, banyak pemasok mudah
mencari substitusinya
3.
Kekuatan Tawar Pemasok (Bargaining Power Supplier)
Pemasok
dapat mempengaruhi industri lewat kemampuan mereka untuk menaikkan harga bahan
baku atau penurunan kualitas produk/jasa.
Pemasok
akan kuat apabila :
·
Jumlah pemasok sedikit
·
Produk bahan baku & jasanya bersifat
specific
·
Tidak tersedia produk substitusi
·
Pemasok memiliki kemampuan untuk
mengolah produk seperti yang dilakukan perusahaan/produsen
4.
Ketersediaan Produk Substitusi
Perusahaan
dalam suatu indsutri tertentu bersaing pula dengan munculnya produk substitusi
atau pengganti yang juga beredar dipasaran, sebab meskipun karakteristiknya
berbeda barang substitusi mampu memberikan fungsi, manfaat atau jasa yang
serupa bagi konsumen. Konsumen yang realistis akan berpedoman pada prinsip :
tiada rotan akarpun jadi.
5.
Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri Sejenis
Kondisi
Pasar Persaingan dalam Industri, Misal : Monopolistic, Oligopoly, Pasar
Persaingan Sempurna, akan sangat mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan.
Beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap tingkat persaingan bisnis antara lain :
karakteristik jenis dari masing-masing produk (special/unique, convenience,
complementer, consumptions), Jumlah kompetitor dan tingkat pertumbuhan
industri.
6.
Pengaruh Stake Holder
Stake
holder yang dimaksud disini adalah pihak diluar perusahaan yang secara langsung
mempunyai pengaruh dan kepentingan terhadap perusahaan tersebut, misalnya :
pemerintah, serikat pekerja, kreditor, pemasok, asosiasi, para pemegang saham,
lingkungan masyarakat, dan lain-lain.
Setelah
memahami enam variable yang mempengaruhi power suatu industry selayaknya sebuah
industry/perusahaan melakukan dua hal yang menjadi tugas utama yaitu :
a.
Menilai Pesaing
Setiap
perusahaan hendaknya dapat mengenali dan mengukur kekuatan pesaing terutama
pesaing utama, karena setiap industri memiliki segmen, dengan cara :
·
Membagi segmen berdasarkan Jenis Bisnis
dan Kualitas
·
Mengantisipasi perubahan dalam
persiangan
b.
Mengembangkan Keunggulan Kompetitif
Perusahaan
harus mencari cara untuk meningkatkan atau minimal mempertahankan pangsa pasar
antara lain dengan melihat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Keunggulan
kompetitif dapat diciptakan dengan :
-
Harga produksi rendah
-
Kualitas lebih baik
-
Deferensasi produk
Contoh
kasus di lingkungan bisnis industry (MAU DIPAKE BOLEH TIDAK JUGA GPP)
(CONTOH
KASUS AMDAL KAWASAN LINGKUNGAN INDUSTRI KECIL DI SEMARANG. KOMPAS, 2 AGUSTUS
2002)
BAB
I
Pendahuluan
Pelaku
usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal
ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi
tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum
secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan
industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa
berbuat apa-apa.
Hal
serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan
Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa
mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal,
perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar
instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi.
Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering
hanya menyoroti industry berskala besar.
Bab
II Analisa Kasus
Aspek
Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum Pengelolaan secara terpadu
menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai
kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini
memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Pencegahan
pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20
UUPLH disebutkan:
Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang
dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
Setiap orang dilarang membuang limbah yang
berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
Kewenangan menerbitkan atau menolak
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan
yang ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur
lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Peran
Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.
Dalam
Pasal 22 UUPLH disebutkan:
Menteri melakukan pengawasan terhadap
penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Untuk melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan.
Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan
kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan.
Di
Indonesia Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) diatur dalam PP No
27 tahun 1999. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. AMDAL sangat
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatanyang dinilai berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan.
AMDAL sebagai salah satu instrumen proses penegakkan hukum administrasi
lingkungan belum terlaksana sebagaimana mestinya. Padahal pada instrumen ini
dilekatkan suatu misi mengenai kebijakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Dalam
hal perizinan juga mengatur tentang pengelolaan limbah sebagaimana tercantum
dalam pasal 16-17:
Pasal
16
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.
Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah
tersebut kepada pihak lain.
Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
17 :
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan
dan/atau membuang.
Ketentuan mengenai pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Upaya
Hukum Kasus Pencemaran Oleh Industri Kecil Di Semarang
Dalam
pasal 5 ayat (1) UUPLH mengakui hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Di samping kewajiban dalam pasal 6 UUPLH:
Setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan.
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut
Suparto Wijoyo dengan melihat ruang lingkup pasal 5 ayat (1) UUPLH merupakan
argumentasi hukum yang substantive bagi sesorang untuk melakukan gugatan
lingkungan terhadap pemenuhan kedua fungsi hak perseorangan termasuk forum
pengadilan.
Dalam
kasus pencemaran oleh kawasan industry kecil di Semarang ini memang belum ada
upaya hukum yang dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya peran pemerintah
salam hal pengawasan serta belum adanya keberanian masyarakat untuk mengangkat
kasus ini. Walupun mereka merasakan dampak negatif dari pencemaran limbah
tersebut.
Namun
masyarakat ataupun LSM dapat mengajukan upaya hukum dalam menyelesaikan kasus
ini. Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penegakkan hukum dibidang lingkungan hidup dapat
diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
Penegakkan hukum Lingkungan dalam kaitannya
dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.
Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya
dengan Hukum Perdata.
Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya
dengan Hukum Pidana
Sanksi
Administrasi
Dalam
UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satu instrumen
hukum yang berperan bila kita bicara tentang penegakkan hukum lingkungan adalah
hukum administrasi. Instrumen hukum administratif berbeda dengan instrumen
lainnya, oleh karena penyelesaiannya adalah di luar lembaga peradilan. Dengan
demikian, efektivitasnya sangat tinggi dalam pencegahan perusakan lingkungan.
Sanksi administratif tercantum dalam pasal 25
Berdasarkan
ketentuan diatas pelanggar dapat diperingati agar berbuat sesuai izin dan
apabila tidak, akan dikenakan sanksi yang paling keras pencabutan izin usaha
perusahaan pengalengan ikan yang terbukti membuang limbah ke pesisir Kepala
Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada
pejabat yang berwenang. Selain itu pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau
kegiatan karena merugikan kepentingannya (lihat pasal 27 ayat 1,2,3 UUPLH).
Upaya adminisrtatif adalah upaya tercepat karena tidak memerlukan proses
peradilan. Dalam kasus pengerusakan lingkungan upaya ini terasa lebih relevan
mengingat pencemaran lingkungan hidup memerlukan upaya yang cepat agar kerugian
yang ditimbulkan tidak terus bertambah.
Sanksi
Perdata
Ketentuan
hukum penyelesaian perdata pada sengketa lingkungan dalam UUPLH terdapat dalam
pasal 30-39. Pada pasal Pasal 34 ayat (1) Setiap perbuatan melanggar hukum
berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu. Pada ayat (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu,
hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Selanjutnya pasal 34 tidak menetapkan
lebih lanjut mengenai tata cara menggugat ganti kerugian. Pengaturan mengenai
tanggunggugat dan ganti rugi masih berlaku pasal 1365 BW.
Syarat-syarat
dalam pasal 1365 antara lain:
Kesalahan
Syarat
kesalahan artinya pembuat harus mempertanggungjawabkan karena telah melakuakan
perbuatan melanggar hukum. Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak
(strict liability). Karena terjadinya perbuatan melanggar hukum maka terjadi
kesalahan dan pembuat harus mempertanggungjawabkan. Jadi misalnya kelompok masyarakat
sekitar Pengambengan yang diwakili oleh LSM melakukan gugatan tentang perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran limbah, penggugat harus membuktikan adanya
kesalahan dari pelanggar.
Kerugian
(Schade)
Syarat
lain dalam 1365 BW adalah adanya kerugian (Schade). Dlam syarat ini harus
dibuktikan adanya kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran. Pada putusan MA
tanggal 2 Juni 1971 Nomor 177 K/Sip/1971 disebutkan: “Gugatan ganti rugi yang
tidak dijelaskan dengan sempurna dan tidak disertai pembuktian yang meyakinkan
mengenai jumlah ganti rugi yang harus diterima oleh pengadilan tidak dapat
dikabulkan oleh pengadilan”
Mengenai
Ganti Rugi juga diatur dalam pasal Pasal 34 UUPLH: ”Setiap perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.”
Dalam
UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict liability). Pengertian
tanggungjawab mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak
penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini merupkan lex
specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.
Asas strict liability ini dituangkan dalam
pasal 35:
Penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya
dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,
bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan
kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Hubungan Kausal
Harus
ada kaitan antara perbuatan yang melanggar hukum dengan terjadinya kerugian
dengan kata lain, pembuangan limbah tersebut harus terbukti mengakibatkan
adanya kerugian pengusaha berupa kematian tambak udang.
Relativitas
Tuntutan
supaya suatu ketentuan larangan berdasarkan unang-undang atau suatu syarat
dalam iizin dipenuhi, hanya dapat diajukan oleh seorang yang bersangkutan atau
terancam suatu kepentingan yang dilindungi oleh ketentuan berdasarkan
undang-undang atau ketentuan perizinan. Mengenai siapa yang berhak melakukan
gugatan. Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup seperti LSM berhak untuk
melakukan gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 UUPLH:
Sanksi
Pidana
Dalam
pemberian sanksi pidana UUPLH 1997 menetapkan sanksi maksimum, hal terebut tercantum
dalam Pasal 41:
Barang
siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Dalam
penerapan instrumen hukum pidana pada dasarnya bersifat sebagai upaya terakhir
(ultimum remidium), namun dalam penegakkan hukum lingkungan tidak selamanya
bersifat (ultimum remidium) karena tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia
sudah pada tingkat memprihatinkan.
Untuk
adanya perbuatan pidana di bidang Lingkungan Hidup, menurut pasal 41 sampai
Pasal 47 UUPLH ditentukan agar memenuhi syarat-syarat :
adanya perbuatan yang memasukkan mahluk
hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup atau perbuatan
yang menimulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik
dan/ atau hayati Lingkungan Hidup
adanya penurunan kemampuan lingkungan
sampai tingkat tertentu dalam menunjang pembangunan berkelanjutan atau
Lingkungan Hidup kurang/ tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
adanya unsur kesalahan dari perilaku baik
karena kesengaajaan atau kelalaian;
adanya hubungan sebab akibat antara
kesalahan pelaku dengan penurunan kualitas Lingkungan Hidup sampai pada tingkat
kurang / tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
kesalahan pelaku bersangkutan dimaksudkan
sebagai tidak pidana
Dalam
kasus Pencemaran di kawasan industri, pencemaran dilakukan bukan oleh individu
saja tetapi oleh beberapa orang atau perusahaan, mengenai pencemaran yang
dilakukan secara kolektif merujuk pada Pasal 46 UUPLH
Selain
ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat
pula dikenakan tindakan tata tertib sesuai pasal 47 UUPLH
BAB
III
Penutup
Kesimpulan
Dapat
ditarik kesimpulan dari pembahasan kasus
diatas adalah sebagai berikut:
Aspek Hukum mengenai pencemaran di kawasan
Lingkungan Industri Kecil Semarang
diatur dalam UUPLH No 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada
Daerah Kabupaten untuk mengatur dan mengurus,dan menegakkan hukum.
Upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan
berkaitan dengan kasus pencemaran di Lingkungan Industri Kecil adalah dengan
penerapan instrumen hukum secara Administratif, Hukum Perdata, dan Hukum
Pidana. Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah dipergunakan
sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas.
Saran
Segala bahan buangan yang beracun perlu
pengolahan (treatment) dari Lingkungan Indutri Kecil tersebut terlebih dahulu
sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai
kondisi oseanografi yang memadai. Industri-industri yang mutlak harus didirikan
di wilayah ini wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain,
sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi
Perlunya ketegasan pemerintah dalam
menangani kasus pencemaran lingkungan hidup. Apabila upaya admisnitratif kepada
perusahaan mencemari diberikan sanksi pidana agar memberikan efek jera kepada
pelakunya.
Selain kelembagaan pemerintah, peran
kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan
harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan
monitoring/evaluasi. Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu
yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang menuju ke arah
pembangunan berkelanjutan.\