PAPER TUGAS AKHIR
PENDIDIKAN JARAK JAUH
Sejarah
dan perkembangan PJJ
“PJJ mulai
mengeliat”
Disusun oleh :
Fakhri Munziar
Dosen :
Timbul Pardede
JURUSAN DIPLOMA IV TKJMD
TEKNIK KOMPUTER JARINGAN MEDIA DIGITAL
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
1. Sejarah Pendidikan Terbuka Dan Jarak
Jauh
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
pertama (REPELITA I), pada April tahun 1969 dimula langkah pertama pembangunan
tersebut. Data yang digunakan di dalam rencana pembangunan nasional tersebut
masih kurang memadai, termasuk didalamnya rencana pembangunan pendidikan
nasional. Disadari bahwa pendidikan nasional pada waktu itu membutuhkan
penanganan yang serius namun porsi alokasi pembangunan sektor pendidikan di
dalam pembangunan nasional masih sangat kecil. Meskipun rencana pembangunan
sudah mulai dilaksanakan pada 1April 1969, Pemerintah menyadari suatu keharusan
memperoleh suatu gambaran yang menyeluruh dan lebih akurat mengenai keadaan
pendidikan nasional.
Dalam kaitan ini dilaksanakan
Seminar Nasional mengenai pendidikan yang dikenal sebagai Konperensi Cipayung
pada tanggal 28-30 April 1969 ketika 100 orang pakar dari berbagai disiplin
mengindentifikasikan beragam masalah pendidikan nasional. Salah satu implikasi
dari Konferensi Cipayung ialah lahirnya Proyek Penilaian Nasional Pendidikan
(PPNP) I pada 1 Mei 1969. Proyek ini telah menghasilkan suatu gambaran
menyeluruh mengenai pendidikan nasional. Salah satu strategi yang perlu
dikembangkan adalah bagaimana sistem pendidikan nasional yang ada dapat
menampung kebutuhan pendidikan yang semakin lama semakin meningkat. Artikel ini
menunjukkan beberapa kondisi yang menunjang lahirnya pendidikan terbuka dan
jarak jauh (PTJJ) di Indonesia serta berbagai faktor pendukung dalam
pengembangannya sampai pada pertengahan dekade 80-an atau akhir PELITA III.
Pada masa itu sudah terdapat
berbagai kursus tertulis yang diselenggarakan melalui pos seperti kursus
pemegang buku (Boekhoulding) serta beragam kursus bahasa asing (misalnya
Belanda dan Inggris). Kesempatan dan sarana pendidikan yang kurang memadai
telah mendorong lahirnya bermacam jenis pendidikan alternatif tersebut di
samping adanya kursus tatap muka. Disamping itu terdapat berbagai kondisi yang
menunjang perkembangan dari PTJJ di Indonesia.
Sebuah perluasan definisi pendidikan
jarak jauh didesak oleh Barker, Frisbie dan Patrick (1989) yang mengakui studi
korespondensi sebagai landasan historis dari pendidikan jarak jauh tetapi
menunjukkan bahwa ada benar-benar dua bentuk pendidikan jarak jauh. Salah
satunya adalah korespondensi tradisional berbasis pendidikan jarak jauh yang
berorientasi studi independen dan yang kedua adalah telekomunikasi berbasis
pendidikan jarak jauh yang menawarkan pengajaran dan pengalaman belajar secara
simultan (1989). Para Garrison dan Shale definisi pendidikan jarak jauh (1987)
menawarkan seperangkat minimum kriteria dan memungkinkan lebih banyak
fleksibilitas.Mereka berpendapat bahwa:
- Pendidikan
jarak jauh menyiratkan bahwa mayoritas komunikasi pendidikan antara guru
dan siswa terjadi non contiguously
- Pendidikan
jarak jauh melibatkan komunikasi dua arah antara guru dan siswa untuk
tujuan memfasilitasi dan mendukung proses pendidikan
- Pendidikan
jarak jauh menggunakan teknologi untuk memediasi komunikasi dua arah yang
diperlukan.
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.
Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru
bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa
harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang
lain sangat terbatas.
2.
Dalam sistem PT/JJ ada lembaga
pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan
pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini
membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach
yourself programmes.
3.
Dalam sistem PT/JJ, pelajaran
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media
seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM
(program video dalam piringan kecil) dan sebagainya.
4.
Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk
terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan
lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain.
5.
Dalam sistem PT/JJ tidak ada
kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu
siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok.
3. Faktor Pendukung Pengembangan PTJJ
di Indonesia
1. Beberapa faktor pendukung
pengembangan PTJJ. Berikut ini dibahas lima faktor yang merupakan cikal-bakal
tumbuhkembangnya PTJJ:
2. Falsafah Belajar Seumur Hidup,
sungguhpun falsafah pendidikan seumur hidup telah lama dikenal di dalam
konsep pendidikan Indonesia dengan adanya pendidikan masyarakat namun belajar
seumur hidup sebagai suatu konsep pendidikan relatif belum lama diterima oleh
dunia pendidikan di Indonesia.
3. Education for All, dewasa ini dunia
melihat pendidikan merupakan hak manusia. Pendidikan harus dijadikan sebagai
kebutuhan pokok untuk mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia.
4. Program Studi Teknologi Pendidikan,
sejalan dengan berkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi.
5. Inovasi Pendidikan, meskipun inovasi
pendidikan di Indonesia berjalan tersendatsendat namun didesak oleh kebutuhan
dan didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi maka teknologi pendidikan juga
memasuki inovasi pendidikan nasional.
6. Teknologi Pendidikan, Teknologi
pendidikan pada awal mulanya berkembang untuk meningkatkan kemampuan mengajar
para guru.
4. Pendidikan Konvensional dan
Nonkonvensional
Dalam
membicarakan PT/JJ para ahli seringkali membadingkannya dengan pendidikan
konvensional (pendidikan langsung=direct education) dan pendidikan
nonkonvensional (pendidikan tidak langsung=indirect education). Dalam
uraian berikut ini akan dibahas perbedaan pokok antara pendidikan konvensional
dan nonkonvensional.
a. Pendidikan
konvensional
Pendidikan
konvensional ialah pendidikan persekolahan yang menggunakan sistem klasikal
dalam menyampaikan pelajarannya. Kay dan Rumble (1979) memberi batasan
pendidikan konvensional sebagai “proses pembelajaran berdasarkan
pelajaran klasikal yang diberikan di sekolah, universitas, akademi, dsb. Pada
sistem ini guru dan siswa secara fisik hadir di ruang kelas pada saat yang
sama.” Dalam buku kepustakaan pendidikan dikatakan bahwa:”pendidikan
konvensional itu merupakan penyediaan pendidikan yang biasa (normal) dan
proses pembelajarannya berlangsung secara tatap muka di ruang kelas yang ada di
sekolah. Pada pendidikan konvensional terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
·
Siswa dan guru hadir di ruang yang
sama di waktu yang sama untuk melaksanakan proses belajar-mengajar.
·
Proses belajar-mengajar dilakukan
secara tatap muka.
·
Tujuan belajar, bahan belajar, dan
evaluasi belajar semuanya ditentukan oleh guru.
·
Dalam sistem ini guru mengajar dan
siswa mengikuti pelajaran dari guru.
b.
Pendidikan nonkonvensional
Pendidikan
dapat dikatakan langsung atau tidak langsung berdasarkan sesuai tidaknya dengan
pendidikan konvensional. Pendidikan yang tidak diberikan secara tatap muka
dapat disebut pendidikan tidak langsung. Pada pendidikan jenis ini isi
pelajaran (learning contents) disampaikan melalui berbagai jenis media
seperti surat, media cetak, kit belajar, media audio visual seperti radio, tv,
kaset audio, kaset video, film, slide, pembelajaran dengan bantuan komputer,
dan sebagainya. Karena itu pendidikan tidak langsung seringkali disebut juga
pendidikan dengan perantaraan media(mediated education)
Pendidikan dengan perantaraan media
atau pendidikan tidak langsung itu sedikitnya mempunyai dua karakteristik yang
sama dengan karakteristik PT/JJ, yaitu bahwa
· Pada kedua
sistem itu siswa dan guru tidak berada di satu ruang kelas pada saat proses
belajar terjadi. Dengan perkataan lain pelajaran tidak disampaikan secara tatap
muka.
· Pada kedua
sistem itu pelajaran disampaikan dengan menggunakan perantaraan media.
Karena itu PT/JJ itu dapat
digolongkan dalam pendidikan tidak langsung. Tetapi sebaliknya karena
pendidikan tidak langsung itu tidak selalu memenuhi semua ciri atau
karakteristik BT/JJ, maka pendidikan tidak langsung itu tidak identik dengan
PT/JJ.
Penyelenggaraan PTJJ bisa dilakukan oleh organisasi secara
khusus atau bekerja sama dengan lembaga terkait. Menurut Perry dan Rumble, ada
tiga organisasi penyelengaraan PJJ yaitu lembaga tunggal(single mode), lembaga
dwifungsi (dual mode), dan lembaga Campuran (mix mode). Lembaga tungga (single
mode) adalah lembaga pendidikan yang didirikan mengkhususkan untuk
penyelenggaraaan pendidikan jarak jauh, misalnya Universitas Terbuka. Lembaga
dwifungsi (dual mode) adalah lembaga pendidikan yang awalnya menyelenggarakan
pendidikan konvensional, tetapi dalam perkembangannya menyelenggarakan
pendidikan jarak jauh.
Di era reformasi lembaga seperti ini
dimungkinkan untuk bisa dilaksanakan. Misalnya Universitas Indonesia disamping
menyelenggarakan pendidikan konvensianal juga membuka PTJJ. Sedangkan Lembaga
campuran (mix mode) adalah lembaga pendidikan yang memberikan kebebesan pada
peserta didiknya untuk mengikuti pendidikan konvensional atau PTJJ. Hal ini
berarti pemerintah daerah bisa memilih bentuk yang cocok dalam penyelenggaraan
PTJJ, misalnnya bekerjasama dengan lembaga yang secara khusus menangani
pendidikan jarak jauh khususnya dalam hal pengembangan sistem, bahan belajar,
dan SDM-nya. Sistem dan bahan belajar tersebut tentu saja disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan daerah.
Dalam kerjasama ini ada beberapa
bentuk yang bisa ditempuh antara lain pemerintah daerah mengikuti apa adanya
semua sistem pendidikan jarak jauh yang telah ada di lembaga penyelenggara
tanpa menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Misalnya pemerintah
daerah bekerjasama dengan Universitas Terbuka, kurikulum, bahan belajar, dan
sistem belajarnya mengikuti sistem yang diterapkan oleh UT.
Saat ini sudah banyak jenis pendidikan terbuka/jarak jauh
yang ditawarkan lembaga-lembaga baik dari dalam maupun luar negeri. Berdasarkan
data ICDL (International Center for Distance Learning) tahun 1997 tercatat ada
1.035 buah lembaga penyelenggara pendidikan terbuka/jarak jauh. Di Asia saja
tercatat 116 lembaga yang tersebar di 20 negara termasuk Indonesia (Arief S.
Sadiman, 2000). Ini berarti peluang daerah dalam penyelenggaraan PTJJ semakin
terbuka.
Pemerintah daerah bisa juga
bekerjasama dengan lembaga penyelenggara PTJJ, hanya mungkin beberapa materi
pelajaran disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Di sini proses
belajar atau sistem pengelolaanya dapat pula disesuaikan dengan kondisi daerah.
Bentuk lainnya, pemerintah daerah
bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerahnya dalam mengembangkan
sistem pendidikan terbuka/jarak jauh. Misalnya Kabupaten Bandung mengembangkan
pendidikan atau pelatihan untuk peningkatan kualifikasi para pertani di
darerahnya. Hanya saja jika untuk jangkauan yang kecil/sedikit pengembangan
PTJJ kurang efisien. Oleh karena itu bisa juga beberapa daerah yang berdekatan
atau memiliki kebutuhan yang relatif sama melakukan kerjasama dalam
mengembangkan PTJJ. Kerjasama ini didasarkan pada kebutuhan dan keinginan yang
sama dalam meningkatkan SDM di daerahnya masing-masing. Untuk menjaga mutu PTJJ
pemerintah pusat mempunyai kewajiban penting dalam membuat aturan atau
standarisasi kompetensi dasar.
Daftar Pustaka :
Bates, A.W. 1995. Technology, open learning, and
distance education.New York:Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar